Vox Populi, Vox Dei vs Perspektif Islam, Ketika Rakyat Melahirkan Pemimpin Zalim
Saya coba membahas dari perspektif islam yang menjelaskan bahwa pemimpin zalim bukanlah kebetulan melainkan cerminan dari rakyat yang zalim. dimana dalam islam kezaliman pemimpin lahir dari kondisi masyarakatnya. Saya juga mengkritik terhadap feodalisme, akal sehat yang tumpul dan juga budaya korup yang masih mengikat rakyat hingga kini.
POLITICSPHILOSOPHYAL QURAN AND AS SUNAHSOCIAL
Chairifansyah
9/5/20252 min read


Pernakhak kita bertanya mengapa dalam sejarah kita begitu mudah menjumpai pemimpin yang zalim atau pemimpin yang menindas serta pemimpin yang menyalahgunakan kekuasaan. Apa mereka lahir begitu saja? Apa ini semata-mata kesalahan orang yang duduk di atas kekuasaan? Perspektif Islam punya jawabannya, Al-Qur’an sudah memberi isyarat jelas melalui ayat: “Dan demikianlah kami jadikan sebagian orang-orang yang zalim sebagai pemimpin bagi sebagian yang lain, disebabkan apa yang mereka usahakan.” (QS Al-An‘âm 129) bisa diartikan bahwa, pemimpin zalim bukan hanya masalah individu tetapi cerminan dari masyarakat yang juga berbuat zalim.
Hadis dari nabi Muhammad juga menegaskan bahwa siapa pun yang diberi amanah memimpin lalu dia berbuat zalim kepada rakyatnya, maka Allah haramkan surga baginya. Iini peringatan keras, di sisi lain ayat dan hadis tersebut membuat kita sadar bahwa kualitas pemimpin tidak pernah lepas dari kualitas rakyatnya itu sendiri. Kalau rakyatnya sering terbiasa dengan kebohongan, ketidakadilan serta perbuatan zalim maka bisa dipastikan nantinya akan melahirkan pemimpin di masyarakat yang sama wataknya dengan rakyatnya.
ditambahlagi bahwa kita masih hidup dalam bayangan feodalisme. Budaya mengkultuskan pemimpin seperti raja, selalu tunduk buta tanpa kritik dan selalu ketergantungan pada “tuan” atau “atasan” yang membuat ruang berpikir jernih jadi sempit. Banyak masyarakat yang rela menerima ketidakadilan selama kebutuhan sesaatnya terpenuhi. Pola pikir feodal ini yang justru memberi ruang bagi pemimpin untuk semakin otoriter.
Lebih parahnya lagi krisis akal sehat juga melanda. Suara rakyat bisa dibeli dengan uang, sembako, atau janji-janji kosong. Padahal satu suara dapat menentukan arah bangsa untuk kedepannya. Ironisnya, praktik korup ternyata tidak hanya milik pejabat. Rakyat kecil pun kerap melakukannya dalam kehidupan sehari-hari seperti menyuap untuk kemudahan urusan, melanggar aturan lalu lintas, atau menghindari kewajiban pajak. Semua ini bentuk kezaliman kecil yang jika dibiarkan justru melanggengkan kezaliman seperti yang sudah saya sebutkan sebelumnya.
Ada adagium latin yang sering saya kutip ditulisan saya yaitu vox populi, vox dei suara rakyat adalah suara tuhan. Kedengarannya keren, tetapi bahaya jika dimaknai secara serampangan. Analoginya adalah, suara rakyat hanya bisa mencerminkan kehendak Ilahi bila rakyat itu jernih hati dan pikirannya. Kalau rakyat masih korup, masih feodal, masih buta arah, maka suara mereka bukanlah suara tuhan melainkan gema dari kezaliman itu sendiri., setuju ga? Islam menempatkan standar tinggi dimana suara rakyat harus berdaswrkan pada keadilan, moral dan takwa bukan sekadar mayoritas.
Jelas bahwa pemimpin zalim tidak pernah lahir dalam ruang kosong. Ia tumbuh dari rakyat yang membiarkan dirinya terjebak dalam kebodohan dan kezaliman. Selagi kita masih hidup dalam feodalisme, kehilangan akal sehat dan terbiasa dengan tindakan korup, maka jangan salahkan bila allah mendatangkan pemimpin yang sama buruknya.
Perubahan tidak bisa dituntut pada penguasa. Ia harus lahir dari kesadaran dari kita sebagai rakyat. Kita perlu berani memutus rantai feodalisme, berani menolak kebiasaan zalim sekecil apa pun dan juga berani berpikir dengan jernih. Suara rakyat memang bisa jadi suara tuhan tapi hanya bila suara itu lahir dari hati yang bersih dan pikiran yang sehat. Kalau tidak suara rakyat hanyalah cermin dari kezaliman kita sendiri dan pemimpin yang lahir darinya tidak akan jauh berbeda.