Refleksi yang Hilang Tentang Pemimpin yang Tak Pernah Salah

Di banyak perusahaan ada jenis pemimpin yang tak pernah salah. Ia membangun kariernya bukan di atas keberhasilan, tapi di atas tumpukan kesalahan orang lain. Tulisan saya ini adalah sebagai refleksi tentang mereka para pemimpin yang kehilangan cermin, tapi terus sibuk membersihkan bayangan orang lain.

LEADERSHIPWORK CULTURESOCIAL

Chairifansyah

11/8/20251 min read

Saya melihat dan juga merasakan bahwa ada banyak pemimpin yang selalu tampak bersinar di tengah kekacauan bukan karena kebijaksanaannya, tapi karena pandai menunjuk siapa yang harus disalahkan. Ia biasanya tidak butuh solusi namun hanya butuh korban. Di dunia yang diukur dari laporan mingguan dan target angka, kesalahan seolah jadi alat tukar siapa yang paling cepat mencari alasan dialah yang paling lama bertahan di kursinya.

Ia percaya bahwa otoritasnya lahir dari ketakutan orang lain bukannya dari kepercayaan. Maka setiap kali ada sesuatu berjalan salah ia selalu mencari orang yang bisa dijadikan tameng. Biasanya ia akan berkata, “Saya sudah mengingatkan” atau “Tim saya kurang sigap” kalimat seperti itu terdengar bijak padahal sejatinya hanyalah bentuk lain dari pengecut yang dibungkus retorika profesional. Yang tragis, sistem sering kali ikut menopang perilaku ini.

Dalam perusahaan atau organisasi yang haus akan stabilitas palsu, orang-orang seperti ini justru naik pangkat. Mereka bisa membaca arah angin, tahu kapan harus bersembunyi di balik laporan dan kapan harus menyoroti kesalahan bawahannya agar terlihat berwibawa. Perlahan budaya menyalahkan menjadi kebiasaan kemudian lebih parahnya berubah menjadi norma. Hingga suatu hari tidak ada lagi yang berani berkata jujur karena semua sedang berusaha selamat.

Menurut saya pemimpin sejati bukan soal siapa yang selalu benar tetapi siapa yang berani menatap cermin saat semuanya salah. Kepemimpinan itu lahir dari kerendahan hati untuk berkata “Saya bagian dari masalah ini” karena kalimat sederhana itu adalah fondasi dari rasa percaya dan sesuatu yang tidak bisa dibeli dengan jabatan ataupun otoritas.

“Pemimpin yang tak pernah salah” kata seorang kawan “merupakanbencana yang berjalan” Ia tak tahu bahwa dalam setiap keputusan yang salah bayangannya makin memudar dan pada akhirnya ia hanya akan berbicara kepada dinding karena tak ada lagi yang mau mendengarkan.

Refleksi yang hilang bukan metafora. Itu adalah kenyataan, saya melihat di banyak tempat kerja hari inidi mana kesalahan dianggap aib dam bukan pelajaran, di mana kesempurnaan palsu lebih dihargai dari pada kejujuran yang sesungguhnya. Dan di tengah hiruk pikuk laporan target dan rapat tanpa arah, ada satu hal sederhana yang dilupakan yaitu kepemimpinan tanpa refleksi hanyalah bayangan yang terus lari dari cahaya.