Rakyat Bodoh Itu Bahaya, Tapi Kok Dibiarkan?

Tulisan ini adalah kritik tajam terhadap rendahnya kualitas intelektual rakyat Indonesia dan bagaimana hal itu dimanfaatkan dalam sistem politik. Saya memberikan kenyataan pahit bahwa kebodohan rakyat bukan sekadar masalah pendidikan tapi strategi kekuasaan. Selama rakyat tidak diajak berpikir, demokrasi hanya akan jadi panggung sandiwara yang dimainkan oleh elite.

POLITICSSOCIALHUMANITY

Chairifansyah

7/13/20252 min read

group of toddlers on the school with teacher teaching
group of toddlers on the school with teacher teaching

Maaf ya, saya langsung to the point: rakyat yang bodoh itu bahaya, Sangat bahaya. Dan yang lebih bahaya lagi adalah ketika kebodohan itu tidak dianggap masalah oleh negra. Malah kayak sengaja dipelihara, karena memang lebih gampang diatur.

Kita ini hidup di negara yang katanya demokratis, tapi realitanya kualitas manusianya jauh dari layak. Gimana nggak, IQ nasional Indonesia ada di angka 70-an. Itu masuk kategori borderline intellectual functioning. Artinya? Ya gampang dibodohi. Gampang diarahkan. Gampang dikasih janji manis saat pemilu lalu disuruh diam begitu pemimpin terpilih.

Saya nggak ngomongin ini buat merendahkan rakyat kecil. Justru saya marah karena negara tidak serius mencerdaskan mereka. Bukannya dikasih pendidikan yang memerdekakan, malah dibanjiri bantuan sosial menjelang pemilu. Bukan diajak berpikir kritis, malah dijauhkan dari literasi. Lihat saja—tiap musim pemilu, yang dijual cuma popularitas. Elektabilitas. Bukan visi, bukan kapasitas. Yang penting viral, yang penting punya panggung. Habis itu? Ya udah. Rakyat tinggal menonton drama lima tahun ke depan.

Selama sepuluh tahun terakhir di bawah pemerintahan Jokowi saya hampir nggak lihat upaya serius untuk mengangkat kualitas berpikir rakyat. Index pembangunan manusia kita stagnan, pendidikan jadi komoditas, bukan alat pembebasan. Guru digaji seadanya, kurikulum gonta-ganti tanpa arah jelas dan anak-anak sekolah diajarkan taat, bukan berpikir.

Jangan heran kalau rakyat kita gampang dikibuli. Gampang terpesona dengan pemimpin yang tampilannya "merakyat", padahal kebijakannya merugikan rakyat. Gampang dibujuk dengan simbol agama atau jargon nasionalisme padahal isinya kosong. Rakyat yang tidak dibekali daya pikir, akan selalu jdi korban janji. Dan para elite tahu itu. Makanya mereka nggak pernah sungguh-sungguh mau rakyatnya cerdas. Karena rakyat cerdas itu repot. Bisa kritik. Bisa nuntut. Bisa bilang "nggak" saat pemimpin salah arah.

Kita diajak percaya bahwa pembangunan itu soal jalan tol dan bandara. Padahal membangun manusia jauh lebih penting. Percum ada jalan mulus kalau yang lewat tetap rakyat yang mudah ditipu. Percuma ada infrastruktur megah kalau manusianya masih mudah dikendalikan lewat bansos dan sembako politik.

Saya makin yakin, demokrasi tanpa rakyat yang cerdas itu hanya panggung kosong. Y ang tampil cuma aktor-aktor politik. yang jadi penonton? Rakyat yang tak pernah diajak menulis naskahnya. Dan selama rakyat tidak diajak berpikir, maka mereka hanya akan jadi penonton atau lebih parah, jadi alat.

Kalau kamu masih percaya Indonesia bisa maju, maka langkah pertamanya bukan bikin proyek mercusuar. Tapi mencerdaskan rakyat dan itu butuh komitmen politik, bukan sekadar slogan, karena selama rakyat tetap dibiarkan bodoh, pemilu hanya akan jadi festival kebodohan lima tahunan.