Marketing Bukan Soal Menjual, Tapi Soal Membangun Kepercayaan

Marketing bukan lagi soal bagaimana menjual sebanyak-banyaknya, tapi soal bagaimana membangun dan menjaga kepercayaan pelanggan. Saya mencoba berbagi pandangan pribadi tentang pentingnya respon cepat, pelayanan setelah pembelian, dan konsistensi sebagai fondasi utama kepercayaan.

MARKETINGSOCIAL

Chairifansyah

7/3/20252 min read

black and white printed textile
black and white printed textile

Bagi saya, marketing bukan sekadar soal menjual. Bukan hanya tentang bagaimana membuat orang tertarik, atau bagaimana mengemas produk agar terlihat menarik. Semakin lama saya bekerja di bidang ini, semakin saya sadar bahwa inti dari marketing yang sebenarnya adalah membangun kepercayaan.

Kepercayaan itu bukan sesuatu yang bisa dibentuk dalam satu malam. Ia hadir pelan-pelan, tumbuh dari pengalaman, dari perlakuan yang konsisten, dan dari perasaan aman yang muncul di dalam hati pelanggan. Dalam dunia yang penuh dengan iklan, promosi, dan janji-janji manis, orang hanya akan benar-benar memilih merek yang bisa mereka percaya. Dan itu bukan hal yang mudah.

Menurut saya, kepercayaan mulai dibentuk sejak pertama kali seseorang berinteraksi dengan brand kita. Sesederhana ketika mereka mengirim pesan dan bertanya lewat WhatsApp atau media sosial. Kalau kita bisa merespons dengan cepat, jelas, dan sopan, itu sudah menciptakan kesan pertama yang baik. Saya pribadi percaya bahwa respon cepat bukan hanya tentang efisiensi, tapi juga tentang menghargai orang lain. Saat kita bisa hadir dan merespons di waktu yang tepat, itu menunjukkan bahwa kita peduli. Bahwa kita tidak hanya ingin jualan, tapi juga benar-benar ingin membantu.

Namun kepercayaan itu tidak cukup hanya dibangun di awal. Justru yang lebih penting menurut saya adalah apa yang terjadi setelah pelanggan membeli. Karena di situlah ujian sebenarnya dimulai. Apakah kita tetap hadir kalau mereka mengalami kendala? Apakah kita tetap sabar menjelaskan jika mereka tidak paham cara pakai produk kita? Apakah kita siap bertanggung jawab jika ada keluhan?

Saya pernah mengalami sendiri bagaimana pelayanan setelah pembelian bisa menjadi penentu apakah pelanggan akan kembali atau tidak. Saat seorang pelanggan merasa ditinggalkan setelah transaksi selesai, mereka akan merasa diperlakukan seperti angka, bukan manusia. Tapi saat mereka tahu bahwa kita masih siap membantu, bahkan setelah mereka bayar, saat itulah kepercayaan mereka tumbuh semakin kuat.

Bagi saya, pelayanan purna jual yang baik terlihat dari hal-hal kecil yang terus dijaga. Seperti nomor layanan yang benar-benar aktif, admin yang ramah dan sabar, penjelasan teknis yang mudah dimengerti, hingga kesediaan untuk mendengarkan keluhan dengan kepala dingin. Bahkan sekadar menanyakan kabar atau memberikan edukasi lanjutan setelah pembelian bisa menjadi bentuk perhatian yang sangat berarti.

Di atas semua itu, kepercayaan juga ditentukan oleh konsistensi. Saat kita mengatakan sesuatu dalam iklan atau promosi, maka janji itu harus benar-benar terasa ketika pelanggan menggunakan produk atau jasa kita. Konsistensi ini, menurut saya, adalah bentuk kejujuran yang paling nyata. Jangan sampai apa yang dikatakan di awal ternyata tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Karena sekali saja pelanggan merasa dibohongi, kepercayaan itu bisa runtuh, dan sangat sulit dibangun kembali.

Saya percaya bahwa brand yang kuat bukanlah brand yang paling banyak berteriak, tetapi brand yang paling bisa dipercaya. Ketika orang merasa yakin dan nyaman dengan kita, mereka akan kembali dengan sukarela. Bahkan, mereka akan merekomendasikan kita ke orang lain tanpa diminta. Dan untuk saya pribadi, tidak ada bentuk marketing yang lebih kuat daripada itu.

Jadi, ketika saya berbicara tentang marketing, saya tidak lagi hanya bicara soal angka penjualan atau target bulanan. Saya bicara tentang hubungan, tentang rasa aman, dan tentang keyakinan yang perlahan-lahan tumbuh antara manusia dengan manusia lainnya. Karena pada akhirnya, yang membuat orang bertahan bukan sekadar apa yang kita jual, tapi bagaimana kita memperlakukan mereka.

Seperti yang pernah dikatakan oleh Philip Kotler, “Marketing is not the art of finding clever ways to dispose of what you make. It is the art of creating genuine customer value.” Dan saya sangat setuju dengan Hermawan Kartajaya yang menyatakan bahwa, “In the future, marketing is not about the product, but about the trust.”

Dua pemikiran itu seolah merangkum seluruh keyakinan saya: bahwa inti dari pemasaran yang sesungguhnya bukan soal seberapa pintar kita menjual, tapi seberapa tulus kita membangun kepercayaan.